Rabu, 14 November 2018

Raja Yang Sombong



Raja Yang Sombong

Oleh Muhammad Rosidin.

Ha…ha…ha…akulah sang raja yang paling hebat, akulah sang penguasa…tak seorang pun yang dapat menandingiku.” Kata sang Raja dengan tawa sombongnya.
 Suatu ketika, datanglah seorang pengemis tua menghadap sang raja,
 “Tuan, sedekahnya tuan, sudah 3 hari saya tidak makan tuan,” rintih pengemis tua tersebut.
Dengan kata-kata kasarnya sang Raja menjawab,
“ Dasar pengemis tua, sudah kurus, kotor, dekil, bau lagi, bisanya cuma minta-minta,kerja dong!!!, sudah pergi sana, disini bukan tempatnya mengemis atau menerima sumbangan, sudah…sudah…pergi sana…huusst!!!
Tapi pengemis tua tersebut masih merintih-rintih
 “ Tuan, setidaknya tuan kasih segelas air minum untuk menahan rasa lapar, Tuan”,
“ Kamu tuli yah!!! Sudah kubilang disini bukan tempatnya mengemis ataupun menerima sumbangan, sudah pergi sana!!!, bentak sang raja
“ Ingatlah, Tuan, harta kekayaan,jabatan bukanlah segalanya, ingatlah bahwa semua itu hanyalah titipan dari Allah Swt, Tuan boleh menjadi seorang raja, tapi bukan berarti Tuan bisa berlaku sewenang-wenang kepada kami rakyat jelata,Tuan sebagai seorang raja seharusnya bisa jadi contoh, bisa jadi panutan rakyat, ingatlah Tuan bahwa semua itu akan dihisab kelak di akhirat.”
Dengan amarahnya yang menggelegar sang raja menggentak si pengemis tua,
“ Heeeyyy…!!! Kamu mau menceramahi aku yah, hah! Harusnya kamu sadar diri dong, kamu itu siapa, kamu itu hanya seorang pengemis tua yang bisanya cuma minta-minta,  kamu mau ceramahin aku yang seorang raja besar di kawasan ini, tidak sepatutnya kamu berceramah  di depan saya. Kamu patutnya bersama mereka yang diluar yaitu kaum jelata, dasar pengemis tua, sudah, sudah, sudah pergi sana jangan pernah injakan kakimu lagi kesini, huuusst!!!
“ Tuan, hilangkanlah sifat sombong tuan, karena sifat sombong itu dapat makan diri sendiri, dapat menghancurkan diri tuan sendiri, Allah paling benci dengan orang yang sombong, bahkan Allah juga bisa menjadikan kekayaan tuan sebagai kehancuran hidup tuan sendiri.”
Petir pun menyambar seakan-akan menyetujui perkataan si pengemis tua.
“ Heeeyy, kamu mau mengutukku hah, tidak akan mempan bagiku…hahaha!!! Saut sang raja dengan nada sombong. Si pengemis tua itu pun pergi meninggalkan istana.
Hahaha…pengemis kok mau melawan raja, pakai ceramah lagi.”
“Kasihan pengemis tua itu, ini tidak bisa dibiarkan”, kata seorang pemuda dalam hatinya. Si pemuda itu pun menyusul pengemis tua,
“Kakek lapar yah kek”, tanya si pemuda kepada pengemis tua, kemudian si pemuda menyuguhkan makan dan minum kepada si pengemis tua itu,
“Ini kek, ada sedikit makanan dan minuman, sekiranya bisa menghilangkan rasa lapar kakek, ini kek silahkan dimakan”
“Terimakasih nak, kakek memang sedang lapar, sudah 3 hari tidak makan”, kata si pengemis tua kepada si pemuda
“Iya kek, sama-sama kek”, jawab si pemuda
“Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus datangi istana itu, tidak sepatutnya seorang raja berlaku seperti itu pada rakyatnya, aku harus menegurnya!!!, gumam si pemuda dalam hatinya. Kemudian si pemuda mendatangi istana raja,
“Stop!!! Mau apa kamu datang kesini”, kata salah satu pengawal
“Aku kesini mau bertemu dengan raja” jawab si pemuda
“Ada perlu apa kamu sama Tuanku”, kata si pengawal
“Katakan saja pada Tuanmu, aku ingin bertemu, ada sesuatu yang perlu aku sampaikan pada Tuanmu itu”, kata si pemuda
“Baik, tunggu disini” kata si pengawal, kemudian si pengawal pun pergi menghadap sang raja,
“Lapor Tuanku, ada seorang pemuda yang ingin bertemu dengan Tuanku di depan istana”, lapor si pengawal pada sang raja
“Siapa lagi ini!!!, gumam raja dalam hati
“Suruh dia masuk”, perintah raja pada pengawalnya,
“Baik Tuanku”, sahut si pengawal
Pengawal pun pergi memanggil si pemuda
“Kamu disuruh masuk”,kata pengawal
“Baik, terimakasih”, sahut si pemuda
Pemuda itu pun masuk menemui raja
“Ada apa kamu datang kemari...haaah!!! sentak raja
“Aku hanya mau menyampaikan bahwa tidak sepatutnya seorang raja itu berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, seorang raja itu harus bisa menjadi panutan masyarakat”
“heeeyyy...kamu mau menceramahiku, haaah!!! Sentak raja
“Maaf, bukan maksudku untuk menceramaih raja, tapi hanya mengingatkan saja, jadilah raja yang bijak dan adil pada rakyatnya”
“Sudahlah, jangan kebanyakan ceramah, aku muak dengar ceramah dari orang susah sepertimu, mending sekarang kamu pergi dari istanaku yang megah ini, aku nggak mau istanaku jadi kotor gara-gara orang sepertimu” kata raja dengan nada marah.
“Baik, aku akan pergi, tapi perlu raja ingat semua ini hanya titipan, dan kelak akan diminta pertanggungjawaban, dan satu lagi kesombonganmu itu kelak akan menghancurkan hidupmu”  kata si pemuda sambil meninggalkan istana.
Keesokan harinya, angin bertiup kencang, langit terlihat suram, petir menyambar disertai hujan yang lebat tiada henti dari pagi sampai sore,  terdengar suara gemuruh dari dalam istana seperti badai yang akan menerjang istana. Raja pun akhirnya keluar istana untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata angin besar sedang berputar memakan segala sesuatu yang ada di depannya, angin tersebut terus berputar menuju istana.
“ Hanya angin biasa, tidak mungkin bisa menghancurkan istanaku yang besar dan megah ini.” Gumam raja dalam hati dengan nada tenangnya.
Tiba-tiba istana pun bergerak-gerak seakan-akan berpindah tempat.
Ada apa ini, kenapa semua bergetar, ada apa ini?. Tanya Raja dalam hati. Getaran semakin besar, barang-barang berjatuhan, sang raja semakin panik. Sang raja memanggil-manggil para pengawalnya, tapi tak satu pun pengawal yang datang. Sang raja semakin panic dan bingung,
Bagaimana ini, mau kemana ini di depan sedang ada badai besar? Sang raja semakin panic dan bingung.
Akhirnya istana yang besar dan megah tersebut hancur porak poranda diterjang badai besar, dan sang raja pun tewas dalam istananya sendiri.


TAMAT

Ayah Tak Di Kenal



Ayah Tak Dikenal

AYAH, sesosok yang tidak pernah bahkan mungkin tidak akan pernah aku kenal. Sejak kecil ku tak pernah tahu seperti apa ayahku, bertahun-tahun ku menunggu akan kehadiran sesosok laki-laki yang dulu kuharapkan menjadi laki-laki pertama yang aku kenal, tapi sepertinya sosok itu tak akan pernah muncul di hadapanku…dan selamanya juga aku tak akan pernah punya sosok yang bisa aku panggil AYAH.
Ku lihat teman-teman yang lain bahagia dengan ayahnya. Bercanda bersama, tertawa bersama, aku pun terdiam dalam lamunan, dalam benak ku bertanya-tanya siapa dan dimana ayahku.
Sebenarnya amat sangat sulit untuk ku meredakan keinginan tuk merengkuh seseorang yang hanya berputar-putar dalam angan.
Saat itu ku lihat ibu sedang bekerja keras sendirian mencari uang demi menghidupi anak-anaknya, kemudian kudekati ibu dan bertanya-tanya kepada ibu.
“Bu, kenapa ibu selalu sendirian mencari uang, dimana ayah bu? Tanyaku dengan rasa penasaran
“Ayahmu sedang mengaji nak” jawab ibu
“Ngaji dimana bu, kok nggak pulang-pulang? Tanyaku heran
“Ayahmu sedang ngaji di tempat yang jauh” kata ibu
“Kapan ayah pulang bu, aku ingin tahu seperti apa ayahku bu”
“Ayahmu tidak akan pulang lagi nak, ayahmu sudah senang dan bahagia disana” kata ibu
“Apa ibu punya foto ayah? Tanyaku
“Dulu punya, tapi sudah hilang” kata ibu
“Nak, meskipun ayah tidak ada disamping kita, tapi kita jangan lupa mendo’akannya yah nak”
“Iya bu, aku akan selalu mendo’akannya” jawabku dengan lugunya.
Setiap ku bertanya tentang ayah pasti ibu selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Meski betapa ingin aku bercakap-cakap dengan ayah, duduk bersama, bercanda bersama, tertawa bersama, tetap saja itu hanya seberkas cahaya yang bersinar redup jauh dalam lubuk hati.
Saat ku beranjak ke kelas 4 SD, dengan mata berlinang air mata, ibuku menceritakan segalanya tentang ayah.
“Nak, sini ibu mau ngomong” panggil ibu
“Iya bu” sahutku
“Nak, sebenarnya ayah kamu itu sudah tiada sejak kamu masih berumur 8 bulan” kata ibu
Aku tak kuasa menahan air mataku saat mendengarkan cerita ibu.
“Dulu ayah kamu meninggal karena penyakit komplikasi saat kakak-kakakmu masih kecil-kecil” cerita ibu sambil meneteskan air mata.
Aku hanya bisa diam dan menangis mendengar semua cerita ibu.
“Sudah kamu jangan menangis lagi, yang penting kamu jangan lupa untuk selalu mendo’akan ayahmu nak” pinta ibu.
“Lalu dimana makam ayah bu? Tanyaku
“Ayahmu dimakamkan di Lampung, nak”
“Lho kok di Lampung bu”
“Iya nak, dulu rumah kita kan di Lampung, tapi setelah ayahmu tiada, ibu sama kakak-kakakmu pindah ke jawa ke rumah orang tua ibu, waktu itu kamu masih bayi nak” jelas ibu.
Aku pun mengangguk dalam kesedihan yang tak berujung, serasa tercabik-cabik hati ini saat mendengar bahwa ayah telah tiada.
Beberapa hari kemudian, ku lihat ibu sedang menyapu halaman, kudekati ibu untuk meminta izin untuk menuntut ilmu di pesantren.
“Bu, aku mau minta izin untuk mencari ilmu di pesantren, boleh bu”
“Apa kamu yakin ingin ke pesantren, nak, kamu kan masih kecil, terus sekolah kamu gimana? Tanya ibu
“Iya bu, aku sudah yakin bu, aku ingin belajar ilmu agama sejak kecil bu, biar besok kalau sudah besar bisa selalu kirim do’a buat ibu dan ayah, disana juga bisa sambil sekolah bu”
“Pesantren mana nak? Tanya ibu
“Cilacap bu” jawabku
“Iya boleh, mau berangkat kapan, nak? Tanya ibu
“Besok bu” jawabku
“Iya besok minta antar pamanmu yah” kata ibu
“Salim besok antarkan Udin ke pesantren bisa nggak? Tanya ibu ke paman
“Insya allah bisa mba, pesantren mana mba? Tanya paman Salim
“Cilacap Lim” jawab
Keesokan harinya aku di antar paman ke pesantren.
“Bu, aku pamit dulu yah bu” kataku sambil mencium tangan ibu.
“Iya nak, hati-hati disana yah nak, jangan nakal, nurut sama pak yai nanti yah, ibu do’akan semoga kamu jadi anak yang soleh, berbakti kepada orang tua”
“Amiin, terimakasih bu atas do’anya”
“Assalamu’alaikum bu”
“Wa’alaikumsalam”
Sesampainya di pesantren, paman langsung menuju tempat pendaftaran santri baru. Setelah beberapa menit kemudian paman selesai mendaftarkanku dan mengantar ke kamar yang akan aku tempati.
“Kamu baik-baik disini yah, jangan nakal, nurut sama pak yai dan pengurus disini yah, paman mau pulang dulu” kata paman
“Iya paman, terimakasih” kataku sambil mencium tangan paman.
Saat hari pertama di pesantren aku mulai berkenalan dengan teman-teman.
“Hai, namaku Andi, nama kamu siapa? Tanya Andi
“Namaku Udin” jawabku malu
Setiap malam aku masih teringat dengan ibu di rumah, kadang masih suka nangis diam-diam. Masih malu-malu untuk bergaul dengan teman yang lain, mau makan ataupun jajan juga masih malu-malu.
Setelah beberapa minggu, seiring berjalannya waktu, di pesantren aku pun mulai terbiasa hidup sendiri jauh dari keluarga. Mulai bergaul dengan teman-teman yang lainnya.
Di keheningan malam, dalam lamunanku, aku membayangkan mendengar suara serak ayah memanggil-manggil namaku, meski aku tak dapat berjumpa dengan ragamu meski wajahmu hanya menjadi bayangan semu, tapi namamu selalu ku sebut dalam baris do’aku, hadirmu selalu ku panggil ketika hening menyapaku, setiap nafas yang berhembus dan udara yang ku hirup, setiap detak kehidupan dan nadi yang berdenyut semua adalah tujuan pencarianku, entah kapan aku berhenti merindukanmu.
“Ploook” tiba-tiba Andi menepokku dari belakang, aku pun tersentak kaget.
“Hey, kenapa kamu melamun? Tanya Andi
“Aku lagi membayangkan sesosok ayah yang tak pernah aku kenal bahkan mungkin tak akan pernah” kataku.
“Lho kenapa gitu, memangnya dimana ayahmu? Tanya Andi heran.
“Iya, soalnya ayahku sudah tiada sejak aku masih bayi berumur 8 bulan”
“Oh ya, maaf yah, aku nggak tahu” pinta Andi
“Oh ya, nggak apa-apa kok” sahutku
“Sudahlah jangan melamun terus nanti kesambet lho, ayo tidur sudah malam” ajak Andi.
Aku pun beranjak dari tempat duduk menuju kamar untuk tidur. Aku rentangkan kasur, ku ambil bantal, lalu ku tarik selimut menutupiku rapat-rapat.
“Semoga aku bisa bertemu ayah walau hanya dalam mimpi” bisikku dalam hati.
Keesokan harinya aku dan Andi berangkat sekolah. Di sekolah aku belajar dengan penuh semangat, ku jalani hari-hariku dengan hati senang. Ku sembunyikan semua rasa sedih dan ku tutupi dengan hati gembira.

****
Delapan tahun kemudian, aku beranjak dewasa, dan aku pun telah menyelesaikan sekolahku di SMA. Aku sedih saat melihat ayah teman-teman yang lain datang saat wisuda SMA… Ayah, taukah engkau saat wisuda SMA , aku menangis sendirian? Mungkin aku lagi belum beruntung, saat itu aku harap ayah menghadiri acara sekolah ku dan mewakiliku ketika aku menjadi siswa berprestasi. Namun, itu hanyalah khayalan yang tiba-tiba datang di pikiranku! Sangat sadis mengingat itu semua, apakah ayah tahu betapa aku ingin membuat mu bangga!
“Kenapa kamu bersedih? Tanya Andi.
“Aku hanya sedih disaat wisuda ini ayah tidak ada untuk mendampingiku”
“Yang sabar yah, jangan patah semangat, ambil hikmahnya saja” kata Andi.
“Iya sabar sih sabar, tapi aku tak kuasa menahan kerinduan ini” kataku sedih.
“Iya tapi dibalik semua ini pasti ada hikmahnya, jadi kita ambil hikmahnya saja” kata Andi.
“Iya, mungkin ini sudah menjadi jalanku”
“Jadi semua ini sebagai motivasi untuk melangkah ke jenjang yang lebih baik lagi” kata Andi memberi support.
“Iya Andi, terimakasih yah, sudah memberi aku support”
Kadang ku merasa iri jika melihat teman-temanku mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia. Tapi apa daya aku hanyalah seorang anak yatim yang ingin merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah.
Ayah… Lihatlah aku yang telah menjadi laki-laki dewasa dan tegar! Kini, aku mengerti arti sebuah kasih sayang yang tak terganti dengan uang dan barang!
Ayah…kau yang selalu menjadi misteri dalam hidupku, meski ku tahu kehangatanmu mengalir lembut di pembuluh darahku.
Ayah…sebentar lagi aku akan melanjutkan hidup ke jenjang yang baru, mewujudkan mimpi yang telah lama aku rajut. Aku akan terus berlari tanpa lelah tanpa henti.
Andai kau tahu ayah, ibu selalu ada disampingku saat aku bersiaptuk terbang ke langit, berusaha menguak rahasia dibalik biru yang merentang, menemukan apa yang kucari dalam hidup.
Ayah…kuharap engkau melihat semua perjuanganku dan bangga kepadaku. Tanpamu, kekuatan untuk berdiri tegap ini tak akan pernah bisa ku rengkuh.
Ayah…aku selalu menanti akan kehadiranmu, walau hanya sebatas mimpi.

SELESAI

Raja Yang Sombong

Raja Yang Sombong Oleh Muhammad Rosidin . “ H a…ha…ha…akulah sang raja yang paling hebat, akulah sang penguasa…tak seorang pun...